Rabu, 01 Desember 2010

Komunikasi theraupetik


2.1 Pengertian Komunikasi
Pengertian dari kata atau istilah Komunikasi adalah sebagai berikut. Secara etimologis atau asal katanya adalah dari bahasa latin “Communicatus” dan perkataan ini bersumber dari kata communis ini memiliki makna ‘berbagi’ atau ‘menjadi milik bersama’, yaitu suatu usaha yang memiliki tujuan untuk kebersamaan atau kesamaan makna.
Sedangkan secara terminologis komunikasi adalah proses penyampaian suatu pernyataan oleh seorang kepada orang lain. Jadi dalam pengertian ini yang terlibat dalam komunikasi adalah manusia. Beberapa pengertian komunikasi lain diantaranya adalah :
1.      Ruben dan steward (1998:16)
 “Human communication is the proses through which individual in relationships, group, organization and societies respondto and create message to adapt to the environment and one another”. Bahwa komunikasi manusia adalah proses yang melibatkan individu dalam suatu hubungan, kelompok, organisasi dan masyarakat yang merespon yang merespon dan menciptakan pesan untuk beradaptasi dengan lingkungan satu sama lain.
2.      Oxford Dictionary
Komunikasi adalah pengiriman pesan atau tukar menukar informasi atau ide/gagasan.

2.2 Unsur-unsur Komunikasi
Dalam komunikasi terdapat lima unsure yang harus diperhatikan diantaranya adalah :
1.               Komunikator
Komunikator atau orang yang menyampaikan pesan harus berusaha merumuskan isi pesan yang akan disampaikan. Sikap dari komunikator harus empati, jelas. Kejelasan kalimat dan kemudahan bahasa akan sangat mempengaruhi penerimaan pesan oleh komunikan.

2.               Pesan
Pesan adalah pernyataan yang didukung oleh lambang. Lambang bahasa dinyatakan baik lisan maupun tulisan. Lambang suara berkaitan dengan intonasi suara. Lambang gerak adalah ekspresi wajah dan gerakan tubuh, sedangkan lambang warna berkaitan dengan pesan yang disampaikan melalui warna tertentu yang mempunyai makna, yang sudah diketahui secara umum, misalnya merah, kuning, dan hijau pada lampu lalu lintas.
3.               Komunikan
Komunikan adalah penerima pesan. Seorang penerima pesan harus tanggap atau peka dengan pesan yang diterimanya dan harus dapat menafsirkan pesan yang diterimanya. Satu hal penting yang harus diperhatikan adalah persepsii komunikan terhadap pesan harus sama dengan persepsi komunikator yang menyampaikan pesan.
4.               Media
Media adalah sarana atau saluran dari komunikasi. Bisa berupa media cetak, audio, visual dan audio-visual. Gangguan atau kerusakan pada media akan mempengaruhi penerimaan pesan dari komunikan.
5.               Respon atau umpan
Respon atau umpan balik adalah reaksi komunikan sebagai dampak atau pengaruh dari pesan yang disampaikan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Umpan balik langsung disampaikan komunikan secara verbal, yaitu dengan kalimat yang diucapkan langsung dan nonverbal melalui ekspresi wajah atau gerakan tubuh. Umpan balik secara tidak langsung dapat berupa perubahan perilaku setelah proses komunikasi berlangsung, bisa dalam waktu yang relative singkat atau bahkan memerlukan waktu cukup lama.

2.3 Pengertian Komunikasi Teraupetik (Theraupetic Communication)
Komunikasi teraupetik (theraupetic Communication) adalah komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien (Depkes RI, 1997). Komunikasi teraupetik juga dapat diartikan komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Purwanto,1994). Dalam pengertian lain mengatakan bahwa komunikasi terapeutik adalah proses yang digunakan oleh perawat memakai pendekatan yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan pada klien. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antara perawat dengan klien. Persoalan yang mendasar dari komunikasi ini adalah adanya saling membutuhkan antara perawat dan klien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan klien, perawat membantu dan klien menerima bantuan. Menurut Stuart dan Sundeen (dalam Hamid, 1996), tujuan hubungan terapeutik diarahkan pada pertumbuhan klien meliputi :
a.       Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan terhadap diri.
b.      Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.
c.       Kemampuan untuk membina hubungan interpersonal yang intim dan saling tergantung dengan kapasitas untuk mencintai dan dicintai.
d.      Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan personal yang realistik.
Tujuan komunikasi terapeutik adalah :
a.       Membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila klien pecaya pada hal yang diperlukan.
b.      Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
c.       Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
Menurut Hamid (1998), tujuan Teraupetik akan tercapai jika perawat memiliki karakteristik sebagai berikut :

o   Kesadaran diri.
o   Klarifikasi nilai.
o   Eksplorasi perasaan.
o   Kemampuan untuk menjadi model peran.
o   Motivasi altruistik.
o   Rasa tanggung jawab dan etik.




2.4 Komponen Komunikasi Teraupetik (Theraupetik Communication)
Model struktural dari komunikasi mengidentifikasi lima komponen fungsional berikut (Hamid, 1998) :
ü  Pengirim : yang menjadi asal dari pesan.
ü  Pesan : suatu unit informasi yang dipindahkan dari pengirim kepada penerima.
ü  Penerima : yang mempersepsikan pesan, yang perilakunya dipengaruhi oleh pesan.
ü  Umpan balik : respon dari penerima pesan kepada pengirim pesan.
ü  Konteks : tatanan di mana komunikasi terjadi.
Jika perawat mengevaluasi proses komunikasi dengan menggunakan lima elemen struktur ini maka masalah-masalah yang spesifik atau kesalahan yang potensial dapat diidentifikasi.
Menurur Roger, terdapat beberapa karakteristik dari seorang perawat yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik.Karakteristik tersebut antara lain : (Suryani,2005).
  1. Kejujuran (trustworthy). Kejujuran merupakan modal utama agar dapat melakukan komunikasi yang bernilai terapeutik, tanpa kejujuran mustahil dapat membina hubungan saling percaya. Klien hanya akan terbuka dan jujur dalam memberikan informasi yang benar hanya bila yakin bahwa perawat dapat dipercaya.
  2. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif. Dalam berkomunikasi hendaknya perawat menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti oleh klien. Komunikasi nonverbal harus mendukung komunikasi verbal yang disampaikan. Ketidaksesuaian dapat menyebabkan klien menjadi bingung.
  3. Bersikap positif. Bersikap positif dapat ditunjukkan dengan sikap yang hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien. Roger menyatakan inti dari hubungan terapeutik adalah kehangatan, ketulusan, pemahaman yang empati dan sikap positif.
  4. Empati bukan simpati. Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti yang dirasakan dan dipikirkan oleh klien. Dengan empati seorang perawat dapat memberikan alternatif pemecahan masalah bagi klien, karena meskipun dia turut merasakan permasalahan yang dirasakan kliennya, tetapi tidak larut dalam masalah tersebut sehingga perawat dapat memikirkan masalah yang dihadapi klien secara objektif. Sikap simpati membuat perawat tidak mampu melihat permasalahan secara objektif karena dia terlibat secara emosional dan terlarut didalamnya.
  5. Mampu melihat permasalahan klien dari kacamata klien.Dalam memberikan asuhan keperawatan perawat harus berorientasi pada klien, (Taylor, dkk ,1997) dalam Suryani 2005. Untuk itu agar dapat membantu memecahkan masalah klien perawat harus memandang permasalahan tersebut dari sudut pandang klien. Untuk itu perawat harus menggunakan terkhnik active listening dan kesabaran dalam mendengarkan ungkapan klien. Jika perawat menyimpulkan secara tergesa-gesa dengan tidak menyimak secara keseluruhan ungkapan klien akibatnya dapat fatal, karena dapat saja diagnosa yang dirumuskan perawat tidak sesuai dengan masalah klien dan akibatnya tindakan yang diberikan dapat tidak membantu bahkan merusak klien.
  6. Menerima klien apa adanya.Jika seseorang diterima dengan tulus, seseorang akan merasa nyaman dan aman dalam menjalin hubungan intim terapeutik. Memberikan penilaian atau mengkritik klien berdasarkan nilai-nilai yang diyakini perawat menunjukkan bahwa perawat tidak menerima klien apa adanya.
  7. Sensitif terhadap perasaan klien. Tanpa kemampuan ini hubungan yang terapeutik sulit terjalin dengan baik, karena jika tidak sensitif perawat dapat saja melakukan pelanggaran batas, privasi dan menyinggung perasaan klien.
  8. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri. Seseorang yang selalu menyesali tentang apa yang telah terjadi pada masa lalunya tidak akan mampu berbuat yang terbaik hari ini. Sangat sulit bagi perawat untuk membantu klien, jika ia sendiri memiliki segudang masalah dan ketidakpuasan dalam hidupnya.
2.5 Fase Komunikasi Teraupetik (Theraupetik Communication)
Struktur dalam komunikasi terapeutik, menurut Stuart,G.W.,1998, terdiri dari empat fase yaitu :
a.       Fase preinteraksi
Tahap persiapan sebelum berhubungan dengan. Tugas perawat pada fase ini yaitu :
1.   Mengeksplorasi perasaan,harapan dan kecemasannya;
2.   Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri, dengan analisa diri ia akan terlatih untuk memaksimalkan dirinya agar bernilai tera[eutik bagi klien, jika merasa tidak siap maka perlu belajar kembali, diskusi teman kelompok;
3.   Mengumpulkan data tentang klien, sebagai dasar dalam membuat rencana interaksi;
4.   Membuat rencana pertemuan secara tertulis, yang akan di implementasikan saat bertemu dengan klien.
b.   Fase orientasi
Dimulai saat pertama kali bertemu dengan klien. Tugas utama perawat pada tahap ini adalah memberikan situasi lingkungan yang peka dan menunjukkan penerimaan, serta membantu klien dalam mengekspresikan perasaan dan pikirannya. Tugas-tugas perawat pada tahap ini antara lain :
1.      Membina hubungan saling percaya, menunjukkan sikap penerimaan dan komunikasi terbuka. Untuk membina hubungan saling percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur, ihklas, menerima klien apa danya, menepati janji, dan menghargai klien.
2.      Merumuskan kontrak bersama klien. Kontrak penting untuk menjaga kelangsungan sebuah interaksi. Kontrak yang harus disetujui bersama dengan klien yaitu, tempat, waktu dan topik pertemuan.
3.      Menggali perasaan dan pikiran serta mengidentifikasi masalah klien. Untuk mendorong klien mengekspresikan perasaannya, maka tekhnik yang digunakan adalah pertanyaan terbuka.
4.      Merumuskan tujuan dengan klien. Tujuan dirumuskan setelah masalah klien teridentifikasi. Bila tahap ini gagal dicapai akan menimbulkan kegagalan pada keseluruhan interaksi (Stuart,G.W,1998 dikutip dari Suryani,2005).
                        Hal yang perlu diperhatikan pada fase ini antara lain :
1.      Memberikan salam terapeutik disertai mengulurkan tangan jabatan tangan
2.      Memperkenalkan diri perawat
3.      Menyepakati kontrak. Kesepakatan berkaitan dengan kesediaan klien untuk berkomunikasi, topik, tempat, dan lamanya pertemuan.
4.      Melengkapi kontrak. Pada pertemuan pertama perawat perlu melengkapi penjelasan tentang identitas serta tujuan interaksi agar klien percaya kepada perawat.
5.      Evaluasi dan validasi. Berisikan pengkajian keluhan utama, alasan atau kejadian yang membuat klien meminta bantuan. Evaluasi ini juga digunakan untuk mendapatkan fokus pengkajian lebih lanjut, kemudian dilanjutkan dengan hal-hal yang terkait dengan keluhan utama. Pada pertemuan lanjutan evaluasi/validasi digunakan untuk mengetahui kondisi dan kemajuan klien hasil interaksi sebelumnya.
6.      Menyepakati masalah. Dengan tekhnik memfokuskan perawat bersama klien mengidentifikasi masalah dan kebutuhan klien.
7.      Selanjutnya setiap awal pertemuan lanjutan dengan klien lakukan orientasi. Tujuan orientasi adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini dan mengevaluasi tindakan pertemuan sebelumnya.
c.   Fase Kerja
Tahap ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi teraupetik. Tahap ini perawat bersama klien mengatasi masalah yang dihadapi klien. Perawat dan klien mengeksplorasi stressor dan mendorong perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi, perasaan dan perilaku klien. Tahap ini berkaitan dengan pelaksanaan rencana asuhan yang telah ditetapkan. Tekhnik komunikasi terapeutik yang sering digunakan perawat antara lain mengeksplorasi, mendengarkan dengan aktif, refleksi, berbagai persepsi, memfokuskan dan menyimpulkan (Geldard,D,1996, dikutip dari Suryani, 2005).
d.   Fase Terminasi
Merupakan fase yang sulit dan penting, karena hubungan saling percaya sudah terbina dan berada pada tingkat optimal. Perawat dan klien keduanya merasa kehilangan. Terminasi dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau saat klien akan pulang. Perawat dan klien bersama-sama meninjau kembali proses keperawatan yang telah dilalui dan pencapaian tujuan. Untuk melalui fase ini dengan sukses dan bernilai terapeutik, perawat menggunakan konsep kehilangan. Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat, yang dibagi dua yaitu:
1.      Terminasi sementara, berarti masih ada pertemuan lanjutan;
2.      Terminasi akhir, terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara menyeluruh. Tugas perawat pada fase ini yaitu :
a.       Mengevaluasi pencapaian tujuan interaksi yang telah dilakukan, evaluasi ini disebut evaluasi objektif. Brammer & Mc Donald (1996) menyatakan bahwa meminta klien menyimpulkan tentang apa yang telah didiskusikan atau respon objektif setelah tindakan dilakukan sangat berguna pada tahap terminasi (Suryani,2005);
b.      Melakukan evaluasi subjektif, dilakukan dengan menanyakan perasaan klien setalah berinteraksi atau setelah melakukan tindakan tertentu;
c.       Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Hal ini sering disebut pekerjaan rumah (planning klien). Tindak lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi yang baru dilakukan atau yang akan dilakukan pada pertemuan berikutnya. Dengan tindak lanjut klien tidak akan pernah kosong menerima proses keperawatan dalam 24 jam;
d.      Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya, kontrak yang perlu disepakati adalah topik, waktu dan tempat pertemuan. Perbedaan antara terminasi sementara dan terminasi akhir, adalah bahwa pada terminasi akhir yaitu mencakup keseluruhan hasil yang telah dicapai selama interaksi.
2.6  Sikap Komunikasi Teraupetik (Theraupetic Communication)
Menurut Egan, lima sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi yang terapeutik, yaitu :
1.      Berhadapan. Artinya dari posisi ini adalah “Saya siap untuk anda”.
2.      Mempertahankan kontak mata. Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
3.      Membungkuk ke arah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengar sesuatu.
4.      Mempertahankan sikap terbuka, tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.
5.      Tetap rileks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon kepada klien.
Selain hal-hal di atas sikap terapeutik juga dapat teridentifikasi melalui perilaku non verbal. Stuart dan Sundeen (1998) mengatakan ada lima kategori komunikasi non verbal, yaitu :
a.       Isyarat vokal, yaitu isyarat paralingustik termasuk semua kualitas bicara non verbal misalnya tekanan suara, kualitas suara, tertawa, irama dan kecepatan bicara.
b.      Isyarat tindakan, yaitu semua gerakan tubuh termasuk ekspresi wajah dan sikap tubuh.
c.       Isyarat obyek, yaitu obyek yang digunakan secara sengaja atau tidak sengaja oleh seseorang seperti pakaian dan benda pribadi lainnya.
d.      Ruang memberikan isyarat tentang kedekatan hubungan antara dua orang. Hal ini didasarkan pada norma-norma social budaya yang dimiliki.
e.       Sentuhan, yaitu fisik antara dua orang dan merupakan komunikasi non verbal yang paling personal. Respon seseorang terhadap tindakan ini sangat dipengaruhi oleh tatanan dan latar belakang budaya, jenis hubungan, jenis kelamin, usia dan harapan.
2.7  Teknik Komunikasi Teraupetik (Theraupetic Communication)
Menurut Stuart dan Sundeen, (1998) teknik komunikasi terapeutik  adalah sebagai berikut :
1.      Mendengarkan dengan penuh perhatian.
Dalam hal ini perawat berusaha mengerti klien dengan cara mendengarkan apa yang disampaikan klien. Mendengar merupakan dasar utama dalam komunikasi. Dengan mendengar perawat mengetahui perasaan klien. Beri kesempatan lebih banyak pada klien untuk berbicara. Perawat harus menjadi pendengar yang aktif.
2.      Menunjukkan penerimaan.
Menerima tidak berarti menyetujui, menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau ketidaksetujuan.
3.      Menanyakan pertanyaan yang berkaitan.
Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai apa yang disampaikan oleh klien.
4.      Mengulangi ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri.
Melalui pengulangan kembali kata-kata klien, perawat memberikan umpan balik bahwa perawat mengerti pesan klien dan berharap komunikasi dilanjutkan.
5.      Mengklasifikasi.
Klasifikasi terjadi saat perawat berusaha untuk menjelaskan dalam kata-kata ide atau pikiran yang tidak jelas dikatakan oleh klien.
6.      Memfokuskan.
Metode ini bertujuan untuk membatasi bahan pembicaraan sehingga percakapan menjadi lebih spesifik dan dimengerti.
7.      Menyatakan hasil observasi.
Dalam hal ini perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh isyarat non verbal klien.
8.      Menawarkan informasi.
Memberikan tambahan informasi merupakan tindakan penyuluhan kesehatan untuk klien yang bertujuan memfasilitasi klien untuk mengambil keputusan.
9.      Diam.
Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisir. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi dengan dirinya sendiri, mengorganisir pikiran dan memproses informasi.
10.  Meringkas.
Meringkas pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat.
11.  Memberi penghargaan.
Penghargaan janganlah sampai menjadi beban untuk klien dalam arti jangan sampai klien berusaha keras dan melakukan segalanya demi untuk mendapatkan pujian dan persetujuan atas perbuatannya.
12.  Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan.
Memberi kesempatan kepada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik pembicaraan.
13.  Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan.
Teknik ini memberikan kesempatan kepada klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan.
14.  Menempatkan kejadian secara berurutan.
Mengurutkan kejadian secara teratur akan membantu perawat dan klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif.
15.  Memberikan kesempatan kepada klien untuk menguraikan persepsinya. Apabila perawat ingin mengerti klien, maka perawat harus melihat segala sesuatunya dari perspektif klien.
16.  Refleksi.
Refleksi memberikan kesempatan kepada klien untuk mengemukakan dan menerima ide dan perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri.
2.7  Hambatan Komunikasi Teraupetik (Theraupetic Communication)
Hambatan komunikasi terapeutik dalam hal kemajuan hubungan perawat-klien terdiri dari tiga jenis utama (Hamid, 1998).

1.      Resisten.
Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab ansietas yang dialaminya. Resisten merupakan keengganan alamiah atau penghindaran verbalisasi yang dipelajari atau mengalami peristiwa yang menimbulkan masalah aspek diri seseorang. Resisten sering merupakan akibat dari ketidaksediaan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan. Perilaku resistens biasanya diperlihatkan oleh klien selama fase kerja, karena fase ini sangat banyak berisi proses penyelesaian masalah.
2.      Transferens.
Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam kehidupannya di masa lalu. Sifat yang paling menonjol adalah ketidaktepatan respon klien dalam intensitas dan penggunaan mekanisme pertahanan pengisaran (displacement) yang maladaptif. Ada dua jenis utama reaksi bermusuhan dan tergantung.
3.      Kontertransferens.
Yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat bukan oleh klien. Konterrtransferens merujuk pada respon emosional spesifik oleh perawat terhadap klien yang tidak tepat dalam isi maupun konteks hubungan terapeutik atau ketidaktepatan dalam intensitas emosi. Reaksi ini biasanya berbentuk salah satu dari tiga jenis reaksi sangat mencintai, reaksi sangat bermusuhan atau membenci dan reaksi sangat cemas sering kali digunakan sebagai respon terhadap resisten klien.
Untuk mengatasi hambatan komunikasi terapeutik, perawat harus siap untuk mengungkapkan perasaan emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat-klien (Hamid, 1998). Awalnya, perawat harus mempunyai pengetahuan tentang hambatan komunikasi terapeutik dan mengenali perilaku yang menunjukkan adanya hambatan tersebut. Latar belakang perilaku digali baik klien atau perawat bertanggung jawab terhadap hambatan terapeutik dan dampak negative pada proses terapeutik.